Kamis, 21 Mei 2009

Process Control : (8) Multivariable Control

Dikutip oleh Ryan pada http://asro.wordpress.com di/pada 21 Mei 2009

Konfigurasi kontrol beserta contoh-contoh implementasinya yang dibahas pada serie-serie sebelumnya hanya difokuskan pada sistem dengan single input (single manipulated variable) dan single output (single controlled variable) atau biasa dikenal dengan sebutan sistem SISO. Pada hal di dunia nyata (real plant), banyak proses yang memiliki multi input dan multi output (MIMO). Salah satu contoh sistem yang biasa digunakan di berbagai buku teks untuk menerangkan sistem MIMO adalah sistem sederet tanki, seperti diperlihatkan pada gambar berikut.

mimo-1

Gambar tersebut memperlihatkan 2 buah tanki yang saling berhubungan. TK-1 dialiri fluida dengan flow m1 hingga mencapai level h1, TK-2 dengan flow m2 dan level h2. Jadi secara keseluruhan sistem ini memiliki 2 input (m1 & m2) dan 2 output (h1 & h2). Perubahan pada m1 akan mempengaruhi h1 dan h2, begitu pula dengan perubahan m2 akan berpengaruh pada h1 dan h2. Karakteristik sistem seperti ini disebut interaksi, yang umumnya terjadi pada sistem MIMO.

Untuk mempermudah analisa, sistem tanki diatas dapat digambarkan dalam bentuk diagram blok berikut.

mimo-2

G11(s) merupakan fungsi transfer dari M1 ke H1, G12(s) dari M1 ke H2, G21(s) dari M2 ke H1 dan G22(s) dari M2 ke H2. Sifat interaksi dinyatakan oleh G12(s) dan G21(s), jadi jika keduanya berharga 0, itu menunjukan sistem tidak berinteraksi.

Gambar berikut adalah feedback control untuk sistem tanki diatas.

mimo-3

Jika digambarkan dalam diagram blok akan menjadi sbb:

mimo-4

Sistem dengan sifat interaksi seperti ini sangat sulit untuk dikontrol, karena perubahan pada input suatu loop, juga akan mempengaruhi output loop lainnya. Misalnya pada contoh diatas, jika pada suatu saat h1 turun dari SP1 (sementara h2 tetap), maka untuk menaikannya kembali, m1 harus dinaikan. Kenaikan m1 ini selain menaikan h1 ke SP1, juga akan menaikan h2 (yang seharusnya tidak perlu), sehingga h2 menjadi lebih tinggi dari SP2. Selanjutnya, karena h2 naik, maka m2 diturunkan agar h2 bisa turun kembali, akan tetapi ini akan menyebabkan h1 juga ikut turun, dan seterusnya sehingga h1 dan h2 sulit untuk mencapai setpoint-nya masing-masing.

Dari penjelasan ini, dapat dilihat bahwa penggunaan feedback control biasa untuk mengontrol system seperti ini, tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Salah satu konfigurasi yang bisa mengatasinya adalah dengan menambahkan decoupling control pada feedback control yang sudah ada.

Tujuan decoupling adalah untuk memutuskan/menghilangkan sifat interaksi antar loop. Salah satu konfigurasi decoupling control yang biasa digunakan adalah seperti diperlihatkan dalam gambar berikut.

mimo-5

Dari gambar tersebut dapat dilihat, M2 mempengaruhi H1 dan M1 mempengaruhi H2 melalui persamaan berikut:

H1 (s) = ( D12(s) G11(s) + G21(s) ) M2

H2 (s) = ( D21(s) G22(s) + G12(s) ) M1

Karena tujuan decoupling adalah menghilangkan interaksi antar loop, maka persamaan diatas menjadi:

0 = (D12(s) G11(s) + G21(s)) , atau D12 (s) = – G21 (s)/ G11 (s)

0 = (D21(s) G22(s) + G12(s)) , atau D21 (s) = – G12 (s)/ G22 (s)

Sebagai contoh dalam sistem tanki diatas, melalui step test diperoleh G11 (s) = e-s/(2s+1), G21(s) = 0.05 e-3s/(0.5s+1), G22(s) = 0.9 e-1.2s/(1.9s+1) dan G12(s) = 0.03 e-2.5s/(0.4s + 1)

Sehingga diperoleh:

D12 (s) = – [0.05 e-3s/(0.5s+1)]/[ e-s/(2s+1)] = – [0.05] [(2s+1)/(0.5s/1)] [e-2s], dan

D21 (s) = – [0.03 e-2.5s/(0.4s + 1)]/[ 0.9 e-1.2s/(1.9s+1)] = [0.03/0.9] [(1.9s+1)/ (0.4s + 1)] [e-1.3s].

Dari persamaan terakhir ini, terlihat bahwa kedua decoupler terdiri dari komponen gain, lead-lag dan dead-time. Dalam prakteknya ketiga komponen dapat diimplementasikan dengan menggunakan fungsi lead-lag dan fungsi dead-time yang sudah tersedia di hampir semua sistem control, apalagi yang berbasis digital seperti DCS. Akhirnya decoupling control untuk sistem tanki dapat digambarkan seperti berikut:

mimo-7

Dalam prakteknya, parameter control yang diperoleh dari perhitungan seperti diatas, tidak langsung memberikan kinerja kontrol yang baik. Nilai parameter tersebut hanya merupakan basis/harga awal, untuk mendapatkan kinerja yang baik, perlu dilakukan tunning lagi. Hal ini disebabkan model yang diperoleh dari step test terkadang tidak persis sama dengan kondisi aktual atau bisa juga karena banyak terjadi gangguan/disturbance.

Contoh penggunaan lainnya adalah pada vacuum column. Sebagaimana column distilasi pada umumnya, vacuum column juga memiliki sifat interaksi yang cukup kuat. Penjelasan mengenai vacuum column bisa dibaca di tulisan mengenai dead-time compensation pada serie sebelumnya. Untuk meningatkan kembali, perhatikan vacuum column pada gambar dibawah.

Untuk menjaga kestabilan operasi vacuum column, dilakukan dengan menjaga temperature pada beberapa titik dalam column, antara lain: 1) Overhead temperature dengan mengatur aliran LVGO reflux; 2) LVGO temperature dengan mengatur aliran HVGO reflux; 3) HVGO temperature dengan mengatur aliran HVGO pump around.

Akan tetapi, dari pengalaman operator maupun dari hasil step test, menunjukan bahwa HVGO reflux tidak hanya mempengaruhi LVGO temperature, tetapi juga pada overhead temperature dan HVGO temperature. Begitu juga dengan HVGO pump around, tidak hanya mempengaruhi HVGO temperature, tetapi juga pada LVGO temperature. Jadi ada interkasi antar loop.

Untuk mengatasi permasalahan interkasi ini, maka ditambahkan decoupling control, seperti pada gambar berikut.

mimo-8

0 komentar:


Free Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Bridal Dresses. Powered by Blogger