Gas Chromatography : (3) UOP 539
Dikutip oleh Ryan pada http://asro.wordpress.com di/pada 21 Mei 2009
UOP Methode 539 mengatur prosedur untuk menentukan komposisi berbagai campuran gas hydrocarbon yang diperoleh dari kilang (refinery gas, LPG) maupun dari alam (natural gas). Analisa dengan metode ini menggunakan Gas Chromatography (GC) dengan multi column yang dioperasikan sacara otomatis dengan menggunakan valve switching.
Proses pemisahan dan analisa dilakukan dalam 3 rentang, yaitu : 1) C3 – C5 boiling range; 2) Intermediate boiling range (carbon dioxide, ethylene & ethane); 3) Light gases (hydrogen, oxygen + argon, nitrogen, methane & carbon monoxide).
Konfigurasi peralatan: 1)Injection system : spesifikasi Injection System tidak ditentukan secara spesifik; 2) Oven : spesifikasi Oven tidak dijelaskan secara spesifik. 3) Column, terdiri dari 3 columns yang dihubungkan secara seri. Column 1, untuk menentukan C3 – C5 boiling range. Column 2, untuk menentukan intermediate boiling range (carbon dioxide, ethylene & ethane). Column 3, untuk menentukan light gases (hydrogen, oxygen + argon, nitrogen, methane & carbon monoxide). 4) Control System: Automatic atau manual. 5) Detector: 1 unit thermal conductivity detector dengan spec 20 sqmm/0.1% mol min response (for carbon). 6) Data Aquisition : tidak dijelaskan secara spesifik.
Berikut adalah GC untuk aplikasi UOP 539 dari beberapa vendor.
Ditulis dalam Laboratory Instrument | Tidak ada komentar »
Gas Chromatography: (2) ASTM D-4815
Ditulis oleh asro di/pada 24 Oktober 2008
ASTM D-4815 mengatur prosedur untuk menentukan kandungan ethers dan alcohols dalam gasolines dengan menggunakan Gas Chromatography (GC). Secara spesifik, jenis senyawa yang ditentukan meliputi methyl tert-butylether (MTBE), ethyl tert-butylether (ETBE), tert-amylmethylether (TAME), diisopropylether (DIPE), methanol, ethanol, isopropanol, n-propanol, isobutanol, tert-butanol, sec-butanol, n-butanol dan tert-pentanol (tert-amylalcohol).
Rentang pengukuran yang ditangani oleh standard ini adalah Ethers: 0.1 s/d 20.0 mass % dan Alcohols: 0.1 s/d 12.0 mass %.
Konfigurasi GC. Konfigurasi GC yang disyaratkan dalam standard ini adalah: Injection System, bisa berupa Splitting-type injection system, jika menggunakan capillary column atau FID detector. Atau bisa menggunakan on-column injector & autosampler sejauh dapat memenuhi batasan sample size, efisiensi dan detector linearity. Atau bisa juga menggunakan microlitre syringes yang dilengkapi dengan automatic syringe injectors dan liquid sampling valve.
Oven, (Main) oven berisi nonpolar column dan polar column serta valve. Bisa juga dilengkapi auxiliary oven yang digunakan untuk menempatkan polar column dan valve (untuk kasus ini, main oven hanya berisi nonpolar column).
Column, terdiri dari polar column dan nonpolar column. Polar column, digunakan untuk pra-separasi oxygenates terhadap volatile hydrocarbons. Polar column berupa TCPE micro-package column 560 mm, 1.6 mm outside diameter, 0.76 mm inside diameter, SS tube package with 0.14-0.15 g of 20% TCEP on 80% mesh chromosorb P (AW). Nonpolar column atau analytical colum, terbuat dari WCOT Methyl silicone column (capilary), 30-m long, 0.53 mm inside diameter fused silica WCOT column with 2.6 micron film thicness of cross-linked methyl silixane.
Control system, terdiri dari flow control & indicator, pressure regulator dan automatic valve switching & backflushing valve.
Detector, berupa TCD atau FID, dengan spec sensitivity min 2 mm.
Data aquisition, bisa berupa computer, recorder, analog electronic atau secara manual.
Berikut adalah contoh GC untuk aplikasi ASTM D-4815 dari beberapa vendor.
Ditulis dalam Laboratory Instrument | Tidak ada komentar »
Pengukuran Trace Nitrogen – ASTM D-4629
Ditulis oleh asro di/pada 7 Oktober 2008
Standard ASTM D-4629 mengatur prosedur untuk menentukan total Nitrogen (trace) yang terkandung dalam hydrocarbon cair yang menguap pada rentang temperature 50 – 400 oC, dengan viskositas antara 0.2 – 10 cSt pada temperature ruangan. Jenis Hydrocarbon yang ditangani oleh Standard ini adalah Naphtha, Distillates dan berbagai minyak (oils) yang mengandung total nitrogen 0.3 – 100 mg/kg.
Prinsip Kerja. Sample hydrocarbon cair dimasukan dengan menggunakan syringe atau boat inlet system kedalam aliran inert gas (helium atau argon). Sample diuapkan dan dimasukan kedalam daerah bertemperature tinggi dimana pada daerah tersebut gas oksigen juga diinjeksi, sehingga nitrogen yang terkandung dalam sample diubah menjadi NO (nitric oxide). Selanjutnya NO akan bersentuhan dengan ozone sehingga berubah menjadi excited nitrogen oxide (NO2 yang bereksitasi). Cahaya hasil eksitasi kemudian diukur oleh photomultiplier tube, hasil pengukuran tersebut sebanding dengan nitrogen yang terkandung dalam sample.
Konfigurasi Instrument. Konfigurasi peralatan sesuai ASTM D-4629 adalah sbb: 1) Electric Furnace, yang digunakan untuk menjaga ruangan pada temperature yang cukup untuk menguapkan sample dan mengoksidasi nitrogen menjadi NO. Temperature furnace disesuaikan dengan rekomendasi manufacturer (kira-kira 1000 oC). 2) Combustion Tube, sebagai wadah dimana sample diuapkan, dioksidasi dan dieksitasi. Difabrikasi sesuai dengan manufacturer design. 3) Drier Tube, sebagai wadah untuk menghilangkan uap air sebagai hasil sampingan dari reaksi oksidasi sebelum diukur oleh detector. Proses pembersihan uap air dapat dilakukan dengan srubber magnesium perchlorate [Mg(ClO4)2] atau membrane drying tube atau metoda lainnya sesuai spec manufacturer. 4) Chemiluminescent Detector, untuk mengukur cahaya eksitasi yang dihasilkan dalam reaksi antara NO dan ozone. 5) Totalizer, berfungsi menerima sinyal dari detector, memprosesnya dan menghitung total nitrogen. Berbasis digital (Built in microprocessor atau External computer). 6) Micro-litre Syringe, berguna sebagai penakar sample yang akan dianalisa secara akurat sesuai kebutuhan (5, 10, 25, 50 atau 250 micro litre). 7) Recoder (optional), untuk mencetak hasil analisa. 8.) Sample inlet system, ada beberapa pilihan, yaitu: i) Manually Operated Syringe; ii) Syringe dengan constant rate injector system; iii) Boat Inlet System. 9) Quartz Insert Tube (optional) berguna untuk membantu proses oksidasi agar lebih sempurna; 10) Vacuum System (optional): merupakan kelengkapan dari detector untuk menjaga kondisi vacuum sehingga bisa didapat signal to noise ratio yang baik. 11) Analytical Balance (optional).
Ditulis dalam Laboratory Instrument | Tidak ada komentar »
Gas Chromatography: (1) Prinsip Kerja.
Ditulis oleh asro di/pada 3 Oktober 2008
Secara umum, chromatography merupakan suatu istilah yang menggambarkan teknik yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran/sample. Dalam gas chromatography (GC), gas (yang biasa disebut carrier gas) digunakan untuk membawa sample melewati lapisan (bed) material. Karena gas yang bergerak, maka disebut mobile phase (fasa bergerak), sebaliknya lapisan material yang diam disebut stationary phase (fasa diam). Ketika mobile phase membawa sample melewati stationary phase, sebagian komponen sample akan lebih cenderung menempel ke stationary phase dan bergerak lebih lama dari komponen lainnya, sehingga masing-masing komponen akan keluar dari stationary phase pada saat yang berbeda. Dengan cara ini komponen-komponen sample dipisahkan.
Secara umum, peralatan GC terdiri dari: 1) Injection System; 2) Oven; 3) Control System; 4) Column; 5) Detector; dan 6) Data Acquisition System.
Injection system digunakan untuk memasukkan/menyemprot gas dan sample kedalam column. Ada beberapa jenis injection system: 1) Packed column injector; umumnya digunakan dengan package column atau capillary column dengan diameter yang agak besar; injeksi dilakukan secara langsung (direct injection). 2) Split/Splitless capillary injector, digunakan dengan capillary column; sebagian gas/sample dibuang melalui split valve. 3) Temperature programmable cool on-column, digunakan dengan cool capillary column, injeksi dilakukan secara langsung.
Oven, digunakan untuk memanaskan column pada temperature tertentu sehingga mempermudah proses pemisahan komponen sample.
Column, berisi stationary phase dimana mobile phase akan lewat didalamnya sambil membawa sample. Secara umum terdapat 2 jenis column, yaitu: 1) Packed column, umumnya terbuat dari glass atau stainless steel coil dengan panjang 1 – 5 m dan diameter kira-kira 5 mm. 2) Capillary column, umumnya terbuat dari purified silicate glass dengan panjang 10-100 m dan diameter kira-kira 250 mm. Beberapa jenis stationary phase yang sering digunakan: a) Polysiloxanes untuk nonpolar analytes/sample. b) Polyethylene glycol untuk polar analytes/sample. c) Inorganic atau polymer packing untuk sample bersifat small gaseous species.
Control system, berfungsi untuk: 1) Mengontrol pressure dan flow dari mobile phase yang masuk ke column. 2) Mengontrol temperature oven.
Detector, berfungsi mendeteksi adanya komponen yang keluar dari column. Ada beberapa jenis detector, yaitu: 1) Atomic-Emission Detector (AED); cara kerjanya adalah: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy dengan menggunakan microwave sehingga atom-atomnya bereksitasi; sinar eksitasi ini kemudian diuraikan oleh diffraction grating dan diukur oleh photodiode array; kehadiran komponen dalam sample dapat ditentukan dari adanya panjang gelombang eksitasi komponen tersebut yang diukur oleh photodiode array. 2) Atomic-Emission Spectroscopy (AES) atau Optical Emission Spectroscopy (OES); cara kerjanya: campuran sample-gas yang keluar dari column diberi tambahan energy sehingga atom-atomnya bereksitasi; sumber energy tambahan ini (excitation source) terdiri dari beberapa jenis yaitu direct-current-plasma (DCP), flame, inductively-coupled plasma (ICP) dan laser-induced breakdown (LIBS); sinar eksitasi dari berbagai atom ini kemudian diukur secara simultan oleh polychromator dan multiple detector; polychromator disini berfungsi sebagai wavelength selector. 3) Chemiluminescense Spectroscopy; cara kerjanya sama seperti pada AES yaitu mengukur sinar eksitasi dari sample yang diberi tambahan energy; perbedaan dari AES adalah eksitasi molekul sample bukan atom sample; selain itu, energy tambahan yang diberikan bukan berasal dari sumber energy luar seperti lampu atau laser tetapi dihasilkan dari reaksi kimia antara sample dan reagent; sinar eksitasi molekul sample ini kemudian diukur dengan photomultiplier detector (PTM). 4) Electron Capture Detector (ECD); menggunakan radioactive beta emitter (electron) untuk mengionisasi sebagian gas (carrier gas) dan menghasilkan arus antara biased pair of electron; ketika molekul organik yang mengandung electronegative functional groups seperti halogen, phosphorous dan nitro groups dilewati detector, mereka akan menangkap sebagian electron sehingga mengurangi arus yang diukur antara electrode. 5) Flame Ionization Detector (FID); terdiri dari hydrogen/air flame dan collector plate; sample yang keluar dari column dilewatkan ke flame yang akan menguraikan molekul organik dan menghasilkan ion-ion; ion-ion tersebut dihimpun pada biased electrode (collector plate) dan menghasilkan sinyal elektrik. 6) Flame Photometric Detector (FPD); digunakan untuk mendeteksi kandungan sulfur atau phosphorous pada sample. Peralatan ini menggunakan reaksi chemiluminescent sample dalam hydrogen/air flame; sinar eksitasi sebagai hasil reaksi ini kemudian diukur oleh PMT. 7) Mass Spectrometry (MS); mengukur perbedaan mass-to-charge ratio (m/e) dari ionisasi atom atau molekul untuk menentukan kuantitasi atom atau molekul tersebut. 8.) Nitrogen Phosphorus Detector (NPD); prinsip kerjanya hampir sama dengan FID, perbedaan utamanya adalah hydrogen/air flame pada FID diganti oleh heated rubidium silicate bead pada NPD; sample dari column dilewatkan ke hot bead; garam rubidium yang panas akan memancarkan ion ketika sample yang mengandung nitrogen dan phosphorous melewatinya; sama dengan pada FID, ion-ion tersebut dihimpun pada collector dan menghasilkan arus listrik. 9) Photoionization Detector (PID); digunakan untuk mendeteksi aromatic hydrocarbon atau organo-heteroatom pada sample; sample yang keluar dari column diberi sinar ultraviolet yang cukup sehingga terjadi eksitasi yang melepaskan electron (ionisasi); ion/electron ini kemudian dikumpulkan pada electroda sehingga menghasilkan arus listrik. 10) Thermal Conductivity Detector (TCD); TCD terdiri dari electrically-heated wire atau thermistor; temperature sensing element bergantung pada thermal conductivity dari gas yang mengalir disekitarnya; perubahan thermal conductivity seperti ketika adanya molekul organik dalam sample yang dibawah carrier gas, menyebabkan kenaikan temperature pada sensing element yang diukur sebagai perubahan resistansi. 11) Photodiode Array Detector (PAD); merupakan linear array discrete photodiode pada sebuah IC; pada spectroscopy, PAD ditempatkan pada image plane dari spectroscopy sehingga memungkinkan deteksi panjang gelombang pada rentang yang luas bisa dilakukan secara simultan.
Data Aquisition, berfungsi sebagai: 1) Control automatic calibration; 2) Gas analysis; dan 3) Graphics & Reporting. Data aquisition merupakan perangkat gabungan dari Software dan Hardware (PC, Interface & Communication).
Technical Specification; Beberapa parameter yang menjadi ukuran spesifikasi teknis GC, antara lain: 1) Analytes; menyatakan komponen-komponen yang akan dianalisa/dideteksi. 2) Quantification limit (detectability); menyatakan kemampuan deteksi terkecil, dinyatakan dalam persen. 3) Measurement range; menyatakan kemampuan rentang pengukuran GC. 4) Communication Port ; digital port untuk komunikasi dengan PC atau perangkat digital lainnya. 5) Electrical Power Supply (voltage, phase, frequency, power).
Ditulis dalam Laboratory Instrument | 1 Komentar »
Pengukuran Kinematic Viscosity ASTM D-445
Ditulis oleh asro di/pada 18 September 2008
Viscosity merupakan sifat internal fluida yang menolak untuk mengalir. Kata viscosity juga dipakai sebagai ukuran keengganan/resistansi suatu fluida untuk mengalir. Ada 2 jenis viscosity, yaitu dynamic (atau absolute) viscosity dan kinematic viscosty. Kinematic viscosity merupakan perbandingan dynamic viscosity tarhadap density. Satuan untuk dynamic viscosity adalah Pa s atau Ns/m2 (=1 Pa s) atau kg/m s (=1 Pa s) atau g/cm s (=0.1 Pa s) atau dyne s/cm2 (=0.1 Pa s) atau poise, P (0.1 Pa s) atau centiPoise, cP (=0.01 P). Sedangkan satuan untuk kinematic viscosity adalah m2/s atau Stoke, St (=0.0001 m2/s) atau Centistoke, cSt (=0.01 St).
Viscosity dari produk-produk perminyakan (petroleum) penting untuk diketahui karena nilai viscosity ini akan mempengaruhi sistem penimbuan/storage-nya, handling-nya dan kondisi operasi-nya, terutama untuk lubeoil (oli).
ASTM D-445 mengatur prosedur untuk menentukan kinematic viscosity produk-produk perminyakan. Setelah kinematic viscosity diketahui, dynamic viscosity dapat diperoleh dengan mengalikan kinematic viscosity tersebut dengan density.
Prinsip kerja alat ini adalah dengan mengukur waktu yang diperlukan oleh sejumlah liquid yang mengalir dibawah gaya grafitasi dalam viscometer pada kondisi temperature tertentu. Kinematic viscosity diperoleh dengan mengalikan waktu yang diperoleh tersebut dengan konstanta viscometer sesuai hasil kalibrasi.
Konfigurasi alat ukur kinematic viscosity sesuai ASTM D-445 adalah terdiri dari: 1) Viscometer & Holder; 2) Temperature Contolled Bath; 3) Temperature Measuring Device; 4) Timing Device.
Berikut adalah Alat Ukur Kinematik Viscosity ASTM D-445 dari beberapa vendor.
Ditulis dalam Laboratory Instrument | 1 Komentar »
Alat Ukur RVP ASTM D-323
Ditulis oleh asro di/pada 28 Agustus 2008
ASTM D-323 merupakan standard yang mengatur prosedur untuk menentukan reid vapor pressure (RVP) dari produk-produk perminyakan (minyak bumi) yang mudah menguap (volatile) seperti gasoline, volatile crude oil serta produk yang mudah menguap lainnya.
Apa itu RVP ? RVP adalah tekanan uap (vapor pressure) liquid pada 100oF dalam ukuran absolut (absolute vapor pressure). Makin besar RVP suatu sample menunjukan bahwa sample tersebut semakin mudah menguap. Vapor Pressure crude dan beberapa produk sangat penting baik oleh produsen maupun konsumen sehingga perlu diukur.
Ada 4 prosedur yang diatur dalam standard ini, yaitu Prosedur A, B, C dan D. Prosedur A digunakan untuk gasoline dan produk lainnya yang memiliki vapor pressure lebih kecil dari 180 kPa (26 psi). Prosedur B khusus untuk gasoline dengan maksud agar hasilnya lebih presisi. Prosedur C untuk produk dengan vapor pressure lebih besar dari 180 kPa (26 psi). Sedangkan prosedur D untuk aviation gasoline dengan vapor pressure sekitar 50 kPa (7 psi).
Konfigurasi peralatan. Peralatan untuk mengukur RVP sesuai ASTM D-323, terdiri dari: 1) RVP Apparatus, yang terdiri dari Vapor Chamber & Liquid Chamber yang digunakan sebagai wadah untuk menguapkan sample; 2) Pressure Gauge untuk mengukur tekanan Chamber; 3) Bath (Cooling Bath untuk mendinginkan sample & Water Bath untuk menjaga suhu Chamber pada 100oF ; 4) Thermometer untuk mengukur suhu Bath/Chamber; 5) Pressure Measurement Device; berupa Manometer atau Dead-Weight Tester untuk kalibrasi/verifikasi Pressure Gauge; 6) Komponen pendukung lainnya seperti Flexible Coupler, Vapor Chamber Tube dan Sample Transfer Connection,
Prinsip kerja. Mula-mula Liquid Chamber diisi dengan sample dingin, kemudian dihubungkan dengan Vapor Chamber yang sudah dipanaskan hingga suhu 100oF dalam Bath. Kedua chamber yang sudah terhubung tersebut direndam kembali dalam Bath yang bersuhu 100oF hingga tekanan yang dihasilkan pada Vapor Chamber konstan. Besar tekanan yang dihasilkan tersebut merupakan RVP.
Berikut adalah beberapa produk alat ukur RVP ASTM D-323 dari beberapa vendor/manufacturer.
Ditulis dalam Laboratory Instrument | Tidak ada komentar »
Pengukuran Copper Corrosion ASTM D-130
Ditulis oleh asro di/pada 20 Agustus 2008
Minyak bumi (crude petroleum) umumnya mengandung senyawa sulfur, sebagian senyawa ini akan terikut sampai ke produk akhir walaupun dalam pengilangan sudah ada proses pembersihannya. Senyawa sulfur dalam produk minyak bumi ada yang bersifat korosif, tingkat korosifnya harus dibatasi agar konsumen tidak dirugikan.
ASTM D-130 mengatur cara untuk mendeteksi tingkat korosi pada tembaga (corrosiveness to copper) dari produk-produk minyak bumi. Produk minyak bumi yang diatur oleh standard ini meliputi aviation gasoline, aviation turbine fuel, automotive gasoline, natural gasoline atau produk lainnya yang memiliki RVP tidak lebih besar dari 18 psi (124 kPa), cleaners solvent, kerosene, diesel fuel, distillate fuel oil dan lubricating oil atau produk sejenis lainnya.
Prinsip Kerja. Sekeping tembaga (Polished copper strip) dimasukkan/direndam dalam sample yang akan diuji, kemudian dipanaskan pada suhu tertentu selama beberapa waktu sesuai karakteristik dari sample. Selama direndam, copper strip tersebut kemungkinan besar akan berubah warna sesuai dengan tingkat korosi sample. Setelah itu, copper strip diangkat, dikeringkan dan dibandingkan warnanya dengan warna standard untuk mendapatkan tingkat korosif dari sample yang ditest.
Konfigurasi Peralatan. Peralatan yang digunakan sesuai ASTM D-130, terdiri dari: 1) Test Tubes sebagai wadah untuk sample yang akan ditest & Test Bomb sebagai pelindung tube yang akan direndam dalam fluida panas ; 2) Test Bath sebagai wadah yang berisi fluida panas untuk merendam Tube yang berisi sample; 3) Thermometers untuk mengukur suhu; 4) Polishing Vise untuk menahan Copper strip selama proses polishing; 5) Viewing Test Tubes untuk memproteksi Copper strip selama inspeksi atau penyimpanan dan 6) Material Accessories. Material Accessories antara lain terdiri dari: a) Wash Solvent; b) Polishing Material (Silicon paper 240-grit & 150-mesh, dan absorbent cotton); c) Copper Strip; dan d) ASTM Copper Strip Corrosion Standard.
Berikut adalah Alat ukur Copper Corrosion ASTM D-130 dari beberapa vendor/manufacturer.
Ditulis dalam Laboratory Instrument | Tidak ada komentar »
Oil Content Meter
Ditulis oleh asro di/pada 28 Juli 2008
Kadar minyak dalam air merupakan salah satu indikator kwalitas air, oleh karena itu mengetahui kadar minyak dalam air sangat diperlukan, terutama yang terkait dengan permasalahan lingkungan (air limbah) maupun pada pabrik pengelolahan air bersih.
Sistem pengukuran kadar minyak dalam air yang paling banyak digunakan adalah dengan metoda ekstraksi (extraction methode). Dalam metoda ini, larutan minyak dalam air diekstrak dengan menggunakan solven tertentu. Hasil ekstraksi kemudian disinari dengan sinar IR atau UV. Sesuai dengan sifatnya, hasil ekstrasi akan menyerap gelombang IR atau UV pada panjang gelombang tertentu dengan intensitas yang berbanding lurus dengan kadar minyak yang diekstraksi. Jadi dengan mengukur intensitas sinar yang diserap, maka dapat diketahui kadar minya yang ada. Jenis solven yang digunakan untuk ekstraksi bermacam-macam, ada yang ramah lingkungan, tetapi ada juga yang tidak ramah lingkungan (misalnya jenis freon atau halon), untuk itu perlu hati-hati dalam memilih solven karena jenis yang tidak ramah lingkungan sudah dilarang penggunaannya di Indonesia. Jenis detector yang dipakai bergantung pada sinar yang digunakan, untuk IR (atau NDIR) menggunakan Pyroelectric sensor atau sejenisnya, sedangkan untuk UV menggunakan photomultiplier tube atau sejenisnya.
Sistem pengukuran lainnya adalah dengan metoda turbidity. Dalam metoda ini, mula-mula kandungan minyak dalam air dibuat menjadi emulsi dengan menggunakan vibrasi ultrasonic. Larutan emulsi ini kemudian disinari, untuk diukur turbidity-nya yang sebanding dengan kadar minyak dalam air. Apa itu turbidity? Sesuai dengan sifatnya, maka emulsi minyak dan air akan memencarkan cahaya yang datang dengan intensitas sesuai kekentalan emulsi yang menunjukan kadar minyak didalamnya. Turbidity adalah perbandingan antara intensitas cahaya yang dipencarkan dengan intensitas cahaya yang datang. Jadi dengan mengetahui turbidity ini maka kadar minyak dapat diketahui.
Berikut adalah contoh Oil Content Meter dari beberapa merek.
Ditulis dalam Laboratory Instrument | Tidak ada komentar »
UV Detector
Ditulis oleh asro di/pada 18 Juli 2008
Jika seberkas cahaya mengenai sebuah benda atau material, maka salah satu kemungkinannya adalah sebagian cahaya akan diserap (absorbe) oleh material tersebut. Panjang gelombang yang diserap adalah unik untuk setiap material. Intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan kuantitas material yang menyerapnya. Sehingga, dengan mengetahui intensitas panjang gelombang tertentu yang diserap oleh suatu sample, maka kita dapat mengetahui kuantitas suatu jenis material yang terkandung dalam sample tersebut. Sifat/fenomena inilah yang mendasari sistem pengukuran kuantitas dengan menggunakan cahaya termasuk sinar ultraviolet (UV).
Misalnya, untuk mengetahui jumlah senyawa dalam suatu sample, dapat dilakukan dengan melewatkan sinar UV dengan panjang gelombang tertentu (panjang gelombang yang dapat diserap oleh senyawa tersebut) ke sample. Intensitas sinar UV yang diserap dapat dihitung dengan membandingkan intensitas sinar UV yang tidak melewati sample (sebagai referensi) dan intensitas yang melewati sample. Lalu bagaimana mengukur intensitas sinar UV? Untuk mengukur intenstias sinar UV diperlukan suatu peralatan yang disebut detector (UV detector). Ada beberapa jenis UV detector yang ada saat ini, yaitu Phototube, Photomultiplier Tube (PMT) dan Photodiode array (PDA).
Phototube. Phototube terdiri dari anode dan cathode, apabila sinar UV ditembakan ke cathode (-), maka akan terjadi emisi/pergerakan electron dari cathode ke anode sebagai akibat dari efek photoelectric. Pergerakan electron ini akan diukur sebagai arus listrik yang sebanding dengan intensitas UV yang mengenai cathode tersebut.
Photomultiplier Tube (PMT). Cara kerja PMT mirip Phototube, terdiri dari photocathode dan beberapa buah anode (tidak seperti pada phototube yang hanya terdiri dari satu buah anode) yang disusun secara serie (disebut dynode). Sinar UV (photons) yang ditembakan ke cathode akan menyebabkan emisi electron dari cathode ke anode. Anode yang satu dengan yang lainya diberi beda potensial, sehingga apabila emisi electron dari cathode sampai di dynode pertama, akan ada tambahan electron yang diteruskan ke dynode berikutnya, dan seterusnya sehingga secara akumulasi jumlah electron yang emisi di dynode terakhir semakin banyak (arusnya semakin besar), itu sebabnya mengapa PMT lebih sensitif dibandingkan dengan phototube.
Photodiode array (PDA). PDA berupa semiconductor integrated circuit (IC). Jika sinar mengenai PDA, akan terbentuk pasangan electron-hole dan electron yang terbentuk akan berpindah ke PIN juction terdekat, sehingga terbentuk beda potensial yang jika diberi bias (maksudnya voltage bias) maka akan terjadi arus listrik yang sebanding dengan intensitas sinar yang mengenainya.
Ditulis dalam Laboratory Instrument | Tidak ada komentar »
Infrared Detector
Ditulis oleh asro di/pada 24 Juni 2008
Jika sinar Infrared (IR) ditembakan ke suatu media material, maka sebagian sinar tersebut mungkin akan diserap (absorb) oleh media tersebut. Frekwensi sinar IR yang diserap adalah unik untuk setiap senyawa/molekul/jenis material. Sedangkan intensitas sinar IR yang diserap bergantung pada jumlah/kuantitas material tersebut. Jadi dengan mengetahui frekwensi dan intensitas sinar IR yang diserap oleh suatu media/sample, kita dapat mengetahui jenis dan kwantitas suatu senyawa/molekul/jenis material yang ada dalam media/sample tersebut. Fenomena inilah yang mendasari cara kerja alat ukur yang menggunakan sinar IR.
Misalnya, untuk mengetahui jumlah suatu senyawa (katakan senyawa A) dalam suatu sample, dapat dilakukan dengan melewatkan sinar IR dengan panjang gelombang tertentu (panjang gelombang yang diserap senyawa A) ke sample. Intensitas sinar IR yang diserap senyawa A dapat dihitung dengan membandingkan intensitas sinar IR yang tidak melewati sample (sebagai referensi) dan intensitas yang melewati sample.
Lalu bagaimana mengukur intensitas sinar IR? Untuk mengukur intensitas sinar IR diperlukan suatu peralatan yang disebut detector (IR detector). Ada beberapa jenis IR detector yang ada saat ini, yang dikelompokan menjadi 2 type yaitu thermal dan photonic.
Sinar IR mengandung energi panas, sehingga apabila ditembakan ke suatu material maka temperature material tersebut akan meningkat. Semakin besar intensitas IR, semakin besar energi panas yang dikandungnya. Dengan mengetahui besarnya kenaikan temperature material yang dikenai sinar IR tersebut, kita dapat mengetahui intensitas sinar IR yang mengenainya. Jadi ada relasi antara kenaikan temperature sebuah material dengan intensitas sinar IR yang mengenai material tersebut. Thermal detector memanfaatkan relasi ini. Cara kerja thermal detector adalah dengan memanfaatkan beberapa sifat material yang bergantung pada temperature. Ada beberapa jenis IR thermal detector, antara lain:
- Bolometer dan Microbolometer, yang didasarkan pada perubahan resistansi material terhadap perubahan temperature.
- Thermocouple dan Thermopoles, yang didasarkan pada efek thermoelectric.
- Golay cells, yang didasarkan pada thermal expansion.
- Pyroelectric, yang didasarkan pada sifat material yang mampu membangkitkan beda potensial listrik antara kedua sisinya jika dipanaskan. Pyroelectric biasanya digunakan dalam spectrometer.
Photonic detector memanfaatkan sifat terjadinya eksitasi electron apabila ditembaki photon (sinar IR). Semakin besar intensitas sinar IR yang diserap, semakin banyak eksitasi electron yang terjadi. Ada beberapa jenis IR photonic detector, antara lain:
- Photoconductive, yang memanfaatkan sifat material yang menjadi lebih konduktif jika disinari gelombang IR. Kejadian ini dapat dijelaskan sbb: eksitasi electron menyebabkan electron bebas (dan hole) menjadi lebih banyak sehingga lebih conductif.
- Photovoltaic; pada photovoltaic, eksitasi electron dimanfaatkan sebagai sumber arus.
- Photodiode; sama dengan photovoltaic, eksitasi electron dimanfaatkan sebagai sumber arus/sumber tegangan.
0 komentar:
Posting Komentar