Kamis, 21 Mei 2009

Arsip untuk ‘Instrument & Kontrol’ Kategori

Fuzzy Control

Dikutip oleh Ryan dari http://asro.wordpress.com di/pada 21 Mei 2009

Anda pernah mendengar istilah kecerdasan buatan (artificial intelligence atau disingkat AI)? AI merupakan suatu aplikasi yang meniru kecerdasan manusia untuk digunakan dalam mesin-mesin atau peralatan-peralatan cerdas. Konon katanya otak manusia memiliki 2 fungsi utama, yaitu fungsi berpikir dan fungsi belajar. Fungsi berpikir manusia tercermin dari kemampuannya untuk berlogika, sedangkan fungsi belajar membuat manusia bisa mengingat sesuatu melalui pembentukan pola-pola di otaknya.

Sejalan dengan fungsi otak manusia tersebut, maka AI juga dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu AI yang meniru fungsi berpikir dan AI yang meniru fungsi belajar. Salah satu contoh AI yang meniru fungsi berpikir adalah logika fuzzy (fuzzy logic), sedangkan contoh AI yang meniru fungsi belajar adalah neural network (NN). Tulisan ini akan membahas fuzzy logic dan salah satu aplikasinya di bidang kontrol proses.

Logika Fuzzy. Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Prof Lotfi Zadeh tahun 1965. Saat ini logika fuzzy sudah banyak digunakan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah dalam bidang kontrol (proses kontrol). Fuzzy yang diperkenalkan oleh Zadeh didasarkan pada teori possibility yang berbeda dari teori probability yang sudah lebih umum dikenal.

Secara umum, logika fuzzy terdiri dari beberapa komponen, yaitu Fuzzifier, Fuzzy Rule Base, Fuzzy Inference Engine dan Defuzzifier, seperti diperlihatkan pada gambar berikut.

fuzzy-1

Yang menjadi inti dari logika fuzzy adalah Fuzzy Rule Base, yang berisi pernyataan-pernyataan logika. Fuzzy Inference Engine merupakan komponen fuzzy yang menerjemahkan pernyataan logika yang ada di Rule Base menjadi perhitungan-perhitungan matematika. Fuzzifier digunakan untuk memetakan nilai/harga variable di dunia nyata kedalam himpunan fuzzy (fuzzy sets), sedangkan Defuzzifier mengembalikan hasil perhitungan fuzzy (himpunan fuzzy) menjadi variable sesuai rentang nilainya di dunia nyata.

Fuzzy Rule Base. Fuzzy rule base berisi pernyataan-pernyataan logika fuzzy (fuzzy statement), yang berbentuk pernyataan IF-THEN. Bentuk umum pernyataan fuzzy adalah:

IF x1 is A1l and … and xn is Anl THEN y is Bl ,

A1l dan Bl adalah himpunan fuzzy dalam Ui Ì R dan V Ì R, sedangkan x = (x1, x2, … , xn)T Î U dan y Î V adalah input dan output dari variable fuzzy.

Fuzzy Inference Engine. Fuzzy inference engine menerjemahkan pernyataan-pernyataan fuzzy dalalm rule base menjadi perhitungan matematika (fuzzy combinational). Terdapat beberapa metode inference engine, 5 diantaranya yaitu:

  1. Product Inference Engine.
  2. Minimum Inference Engine.
  3. Lukasiewicz Inference Engine.
  4. Zadeh Inference Engine.
  5. Dienes-Rescher Inference Engine.

Berikut adalah formula untuk masing-masing inference engine tersebut.

fuzzy-2

Fuzzifier. Fuzzifier digunakan untuk memetakan nilai/harga variable di dunia nyata kedalam himpunan fuzzy (fuzzy sets). Pemetaannya dilakukan dengan menggunakan fungsi yang disebut membership function. Terdapat beberapa metode fuzzifier, 3 diantaranya yaitu: Singleton fuzzifier, Gausian fuzzifier dan Triangular fuzzifier. Berikut adalah formulanya.

fuzzy-3

Defuzzifier. Defuzzifier mengembalikan hasil perhitungan fuzzy (himpunan fuzzy) menjadi variable sesuai rentangnya di dunia nyata. Sama dengan fuzzifier, defuzzifier juga menggunakan membership function untuk memetakan nilai himpunan fuzzy menjadi variable nyata. Terdapat beberapa metode defuzzifier, 3 diantaranya yaitu:

  1. Center of gravity defuzzifier. Center of gravity yang dinyatakan dengan y*, menunjukan pusat area yang diliputi oleh membership function B’.
  2. Center average dufuzzifier. Center average menunjukan weight average dari titik tengah (center) masing-masing membership function.
  3. Maximum defuzzifier. Maximum defuzzifier memilih nilai tertinggi sebagai y*. Ada 3 pilihan, smallest of maxima, largest of maxima atau mean of maxima.

Berikut adalah formulanya.

fuzzy-4

Fuzzy PID Gain Scheduling Control. Kontrol PID merupakan algoritma kontrol yang banyak digunakan di industri proses karena bentuknya yang sederhana dan mudah diimplementasikan. Pada kondisi operasi tertentu (seperti misalnya sering terjadi gangguan pada proses atau parameter proses yang berubah-ubah), parameter control ini harus sering di-tuned agar kinerjanya tetap baik. Salah satu teknik dalam sistem kontrol yang sering dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menggunakan metode PID Gain Scheduling, dimana parameter kontrol diubah secara otomatis jika terjadi perubahan kondisi operasi yang menyebabkan kinerja kontrol menurun.

Dalam rangka memberikan contoh penggunaan fuzzy logic di bidang kontrol proses, maka selanjutnya akan dibahas salah satu metode PID gain scheduling dengan menggunakan fuzzy logic. Metode ini dinamakan Fuzzy PID gain scheduling.

Pada aplikasi ini, fuzzy berfungsi menghitung parameter kontrol PID (Kp, Ti dan Td), berdasarkan kondisi signal error (E) dan perubahan error (DE).

Secara umum, diagram fuzzy PID gain scheduling control dapat digambarkan seperti berikut.

fuzzy-5

Khusus untuk fuzzy system, diagramnya adalah sbb:

fuzzy-61

Fuzzifier, menerjemahkan informasi input, dalam hal ini error E dan perubahan error DE menjadi informasi fuzzy m(0,1), yang bernilai antara 0 dan 1. Penerjemahannya menggunakan triangular membership function (triangular fuzzifier), seperti pada gambar berikut.

fuzzy-7

NB adalah negative big, NM adalah negative medium, NS adalah negative small, ZO adalah zero, PS adalah positive small, PM adalah positive medium dan PB adalah positive big; kesemuanya ini merupakan linguistic term dari fuzzy logic. Sebagai contoh, signal E sebesar 50 memiliki nilai fuzzy 0.5 untuk PS dan PM, sedangkan fuzzy term lainnya bernilai nol.

Rule Base, berisi sekumpulan pernyataan fuzzy dalam bentuk IF … THEN …….. Disini akan digunakan rule berikut:

fuzzy-82

Selengkapnya pernyataan fuzzy tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut:

fuzzy-9

Inference Engine. Fuzzy inference engine bertugas melakukan proses fuzzy reasoning yaitu menerjemahkan fuzzy statement berdasarkan nilai input dari hasil fuzzifier menjadi suatu nilai output yang kemudian akan dikirim ke defuzzifier.

Disini akan digunakan metode minimum inference engine. Untuk setiap statement di atas, baik untuk Kp’ , Kd’ maupun a, hasil proses reasioningnya adalah:

  • m(Kp’) = mKp’ (E,DE) = min (m(E), m(DE)
  • m(Kd’) = mKd’ (E,DE) = min (m(E), m(DE)
  • m(a) = ma (E,DE) = min (m(E), m(DE)

Defuzzifier. Defuzzifier merupakan kebalikan dari fuzzifier, yaitu menerjemahkan informasi fuzzy m(Kp’), m(Kd’) dan m(a) yang merupakan hasil dari proses reasioning yang bernilai antara 0 dan 1 menjadi Kp’, Kd’ dan a.

Proses defuzzifier ini juga dilakukan dengan menggunakan triangular membership function, seperti pada gambar berikut.

fuzzy-10

Dengan S adalah small, MS adalah medium small, M adalah medium dan B adalah big.

Di sini proses defuzzifier dilakukan dengan menggunakan metode center average defuzzifier, dengan formula berikut:

  • Kp’ = (åm(Kp’) Kp’)/ (åm(Kp’))
  • Kd’ = (åm(Kd’) Kd’)/ (åm(Kd’))
  • a = (åm(a)a)/ (åm(a))

Selanjutnya nilai parameter kontrol PID yaitu Kp, Ti dan Td dapat diperoleh dengan persamaaan:

  • Kp = Kp’ (Kpmax – Kpmin) + Kpmin.
  • Ti = aTd
  • Td = Kd’ (Kdmax – Kdmin) + Kdmin

Untuk menguji kinerja dari Fuzzy PID gain scheduling control ini, saya membuat simulasinya dengan menggunakan excell. Dalam simulasi ini saya membandingkan Fuzzy PID gain scheduling control dengan Ideal PID control. Front-End simulasi yang saya buat seperti gambar berikut.

fuzzy-11

Ideal PID di-tuned secara manual ke Proportional gain Kp = 0.1, Integral time Ti = 0.5 dan Derivative time Td = 1.5. Sedangkan Fuzzy PID gain scheduling akan menghitung sendiri parameter PID berdasarkan kondisi error (E) dan perubahan error (DE), yang menghasilkan harga Kp = 0.1, Ti = 3 dan Td = 1. Hasilnya, response yang diberikan Fuzzy PID gain schedulling sedikit lebih bagus dibandingkan dengan ideal PID.

Ketika saya ubah proses gain P dari 2 menjadi 7.5, responsenya akan berubah menjadi seperti gambar berikut.

fuzzy-12

Perhatikan gambar ini. Dengan tuning parameter yang sama dengan sebelumnya, Ideal PID tidak mampu lagi mengontrol plant dengan baik (response menjadi tidak stabil). Sedangkan Fuzzy PID gain scheduling menghitung ulang parameter PID berdasarkan kondisi error (E) dan perubahan error (DE), yang menghasilkan harga Kp = 0.1, Ti = 3.03 dan Td = 1.02. Hasilnya, response yang diberikan Fuzzy PID gain scheduling masih stabil walaupun sedikit berosilasi.

Ditulis dalam Instrument & Kontrol | 5 Komentar »

Safety Barrier

Ditulis oleh asro di/pada 26 Desember 2008

Kebakaran merupakan malapetaka yang sangat menakutkan, karena kerugian yang diakibatkannya sangat besar termasuk hangusnya harta benda, kerusakan fasilitas, bahkan nyawa-pun melayang karenanya.

Menurut teori, kebakaran itu terjadi karena adanya 3 unsur, yaitu oksigen, bahan bakar (bahan yang mudah terbakar) dan panas/nyala/percikan api. Ketiga unsur pemicu api tersebut di dunia perapian (Fire & Safety) dikenal dengan nama segi tiga api (fire triangle).

barrier-1

Kebakaran/api akan terjadi jika ketiga unsur ini ada, tanpa kehadiran salah satu unsur saja, kebakaran tidak akan terjadi. Oleh karena itu, cara yang paling efektif untuk mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan memutuskan hubungan antara ketiganya.

Industri perminyakan merupakan industri yang mengolah minyak bumi menjadi berbagai macam produk, baik berupa produk jadi maupun setengah jadi (intermediate). Karena bahan yang diolah merupakan minyak bumi, maka di area/lokasi industri perminyakan kemungkinan besar banyak terdapat minyak atau gas yang berasal dari minyak bumi yang merupakan salah satu jenis bahan bakar terbaik saat ini. Dari sudut pandang segi tiga api, di lokasi industri perminyakan sudah ada dua unsur, yaitu bahan bakar (minyak dan gas) dan oksigen (pasti ada, kecuali kalau industri tersebut adanya di ruang angkasa).

Sehubungan dengan kemungkinan adanya minyak/gas ini, area industri perminyakan dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1) Non-Hazardous area (area aman) : area dimana tidak ada minyak/gas yang mudah terbakar, baik pada kondisi normal maupun tidak normal (abnormal). 2) Hazardous area Class I Div 2 (area berbahaya) : area dimana minyak/gas yang mudah terbakar kemungkinan ada pada kondisi tidak normal (sewaktu-waktu). 3) Hazardous area Class I Div I (area lebih berbahaya dari Class I Div 2) : area dimana pada kondisi normal, minyak/gas yang mudah terbakar selalu ada terus menerus, sekali-sekali atau secara periodik.

Pembagian ini merujuk standard yang digunakan di Amerika, yang sedikit berbeda dari yang digunakan di Eropa.

Sebagaimana industri-industri lainnya, industri perminyakan juga banyak menggunakan peralatan yang berbasis listrik atau electronic. Peralatan yang menggunakan daya listrik selalu menghasilkan panas atau bahkan terkadang percikan api yang pada level tertentu bisa menimbulkan kebakaran. Nah, jika peralatan listrik/electronic ini digunakan di industri perminyakan yang hampir setiap waktunya sudah memiliki 2 unsur api, maka akan sangat rawan terhadap terjadi kebakaran. Oleh karena itu, hampir semua peralatan listrik/electronic yang digunakan di industri perminyakan harus diproteksi. Ada berbagai jenis sistem peroteksi yang digunakan, yang kesemuanya bertujuan melokalisir/memutuskan hubungan antara panas/percikan api yang ditimbulkan oleh peralatan listrik/electronic tersebut dengan minyak/gas dan oksigen/udara yang ada di area industri perminyakan, sehingga kebakaran bisa dicegah.

Jenis proteksi tersebut, antara lain: 1) Flameproof enclosure; 2) Intrinsically-safe; 3) Pressurization; 4) Increased safety; 5) Type N protection; 6) Special protection; 7) Oil-immersion; 8.) Powder/sand filling; dan 9) Encapsulation.

Lalu apa hubungan semua yang ditulis ini dengan judul diatas? Safety barrier (lebih tepatnya intrinsically safety barrier) merupakan suatu peralatan electronic yang digunakan sebagai bagian dari sistem proteksi intrinsically-safe. Untuk itu, mari kita pelajari lebih jauh seperti apa sistem proteksi intrinsically-safe itu dan dimana letak perannya safety barrier.

Prinsip kerja sistem proteksi pada intrinsically-safe adalah dengan cara membatasi energi listrik pada rangkaian yang masuk ke Hazardous area sehingga apabila timbul percikan api atau panas yang disebabkan oleh kerusakan peralatan listrik/electronic maka percikan atau panas tersebut tidak sanggup memicu terjadinya api/kebakaran. Intrinsically-safe umumnya berupa sistem yang terdiri dari beberapa peralatan yang terhubung dalam rangkaian listrik, yang disebut Intrinsically-safe circuit. Semua peralatan yang terhubung ke intrinsically safe circuit yang berada di hazardous area harus diapproved sebagai intrinsically-safe apparatus (kecuali peralatan yang masuk dalam kategori simple apparatus). Intrinsically-safe apparatus, yang berupa transmitter, detector, converter atau sejenisnya selalu terhubung ke panel operator (DCS atau analog panel) di Control room. Ruangan control room masuk dalam kategori non hazardous area, sehingga panel operator tidak (perlu) di-approved sebagai intrinsically-safe apparatus (kalau mau di-approved juga tidak apa-apa, tetapi harganya akan sangat mahal). Untuk menjaga agar energi listrik dari panel control room yang umumnya besar (karena tidak dibatasi) tidak masuk ke intrinsically-safe circuit di hazardous area yang energinya sudah dibatasi, digunakan peralatan yang namanya safety barrier. Jika peralatan di hazardous area disebut sebagai intrinsically-safe apparatus, maka safety barrier disebut sebagai associated apparatus. Sama dengan intrinsically-safe apparatus, associated apparatus juga harus di-approved. Sebenarnya associated apparatus tidak hanya safety barrier saja, ada juga peralatan lain yang sama fungsinya dengan safety barrier, seperti I/O DCS yang sudah di-approved untuk koneksi ke intrinsically-safe apparatus juga masuk kategori associated apparatus. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar dibawah ini.

barrier-2

Semoga dengan melihat gambar ini, sudah bisa sedikit memahami apa itu intrinsically-safe dan apa peran safety barrier dalam intrinsically-safe circuit. Selain ditempatkan di Non Hazardous Area seperti gambar diatas, ada safety barrier dengan design khusus bisa ditempatkan di Hazardous Area (umumnya di area Class I Div 2 atau Zone 2 untuk klasifikasi Eropa). Begitu juga dengan IS-apparatus, bisa ditempatkan hingga Class I Div 1/Zone 0 (dengan code Ia) atau hanya sampai ke Class I Div 2/Zone 2 (dengan code Ib). Selanjutnya sesuai judul tulisan ini, akan dibahas lebih jauh tentang Safety Barrier.

Jenis Safety Barrier. Ada dua jenis safety barrier, yaitu zener barrier dan isolator barrier. Berikut adalah perbedaan antara keduanya.

barrier-3

Penggunaan pasangan Intrinsically-safe apparatus dan Associated apparatus dalam suatu Intrinsically-safe circuit tidak boleh sembarangan. Sehubungan dengan hal ini, terdapat dua alternative, yaitu:

Alternative 1 : Pemilihan pasangan Intrinsically-safe apparatus dan Associated apparatus disesuaikan dengan ketentuan manufacturer. Ini paling gampang, karena tinggal mengikuti panduan dari manufacturer karena informasinya sudah sangat jelas, termasuk type/model-nya, misalnya transmitter model ABC harus digunakan dengan safety barrier model 123, dsbnya. Informasi ini biasanya dituangkan dalam dokumen yang disebut control drawing, seperti berikut:

barrier-4

Alternative 2 : Jika tidak ada panduan/ketentuan dari manufacturer atau jika kita sengaja tidak mengikuti panduan manufacturer untuk alasan tertentu, maka pemilihan safety barrier harus mempertimbangkan beberapa hal berikut:

barrier-5

Berikut adalah contoh pemilihan pasangan Intrinsically-safe apparatus dan Associated apparatus, jika tidak ada control drawing dari manufacturer (Alternative 2). Di suatu unit operasi II, akan dipasang potitioner baru. Potitioner yang digunakan adalah Foxboro Eckard SRD 991, dengan intrinsically-safe protection. Selanjutnya akan dicari jenis safety barrier yang akan menjadi pasangan positioner tersebut.

barrier-6

barrier-7

Ditulis dalam Instrument & Kontrol | 4 Komentar »

Algoritma PID pada DCS Foxboro I/A Series

Ditulis oleh asro di/pada 5 September 2008

Kata PID (Proportional + Integral + Differential) tentunya sudah tidak asing lagi bagi mereka yang sehari-harinya menggeluti bidang instrumentasi maupun kontrol proses, karena memang kata ini merupakan nama dari jenis aksi kontrol yang paling banyak digunakan dalam kontrol proses. Semua perangkat kontrol proses mulai dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling canggih menyediakan fungsi PID ini. Pada prakteknya, terdapat banyak jenis/varian dari PID, salah satu contohnya adalah yang ada di DCS Honeywell Experion PKS seperti yang pernah saya bahas dalam tulisan sebelumnya. Kali ini saya akan membahas varian kontrol PID lainnya yaitu yang ada di DCS Foxboro I/A Series.

DCS Foxboro I/A Series menyediakan 5 buah blok (function block) yang berisi berbagai jenis/varian kontrol PID. Ke-5 blok tersebut adalah PID, PIDE, PIDX, PIDXE dan PIDA.

Blok PID menyediakan algoritma interacting PID, yang dapat dikonfigurasi dalam 5 mode operasi, yaitu: 1) Proportional – P; 2) Integral – I; 3) Proportional Derivative – PD; 4) Proportional Integral – PI; dan 5) Proportional Integral Derivative – PID.

Blok PIDE (Proportional-Integral-Derivative with EXAC) menggunakan algoritma yang sama dengan blok PID ditambah dengan fasilitas self tunning. Beda dengan blok PID yang memiliki 5 mode operasi, blok PIDE hanya memiliki satu mode operasi yaitu PID.

Blok PIDX (Proportional-Integral-Derivative Extended) memiliki algoritma yang sama dengan blok PID, ditambah beberapa fitur, yaitu Nonliniear Gain Compensation, Sampling mode dan Batch control preload. Mode operasinya juga ada 5 seperti pada blok PID.

Blok PIDXE (Proportional-Integral-Derivative Extended with EXACT) memiliki algoritma dan fitur yang sama dengan blok PIDX ditambah fasilitas self tunning. Blok PIDXE hanya memiliki satu mode operasi.

Blok PIDA (Advance PID) merupakan blok kontrol dengan fitur yang paling komplit. Blok ini dilengkapi feedforward loop, adaptive tunning baik untuk feedback loop (FBTUNE) maupun feedforward loop (FFTUNE). Terdapat 8 jenis algoritma yang digunakan sesuai mode yang dipilih, yaitu: 1) Proportional – P; 2) Integral – I; 3) Proportional Derivative – PD; 4) Proportional Integral – PI; 5) Proportional Integral Derivative – PID; 6) Non-Interacting Proportional Integral Derivative – NIPID; 7) Proportional Integral with Deadtime – PITAU; dan 8.) Proportional Integral Derivative with Deadtime – PIDTAU. Pada beberapa algoritma kontrol juga dilengkapi dengan fitur tambahan seperti setpoint relative gain (SPLLAG) dan proses variable measurement filter. Berikut adalah detail perhitungan ke-8 algoritma tersebut, yang saya ambil dari dokumen elektronik Foxboro (FoxDoc).

Algoritma diatas dinyatakan dalam persamaan laplace (bentuk kontinyu)

Banyaknya varian kontrol PID ini disediakan untuk menangani berbagai macam proses dengan karakteristik yang berbeda-beda. Ada proses yang memiliki time delay besar, ada juga proses yang memiliki noise atau karakteristik khusus lainnya. Suatu algoritma yang baik untuk suatu jenis proses belum tentu cocok untuk jenis proses lainnya. Secara teoritis penentuan algoritma mana yang digunakan dan berapa besar parameter kontrol yang diberikan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik/metoda yang banyak tersedia, misalnya Ziegler-Nichols, Cohen-Coon atau metoda yang lebih analitis seperti Root Locus, Bode Plot dan sebagainya. Akan tetapi dalam prakteknya metode yang bersifat teoritis ini jarang sekali digunakan karena kurang praktis. Yang dilakukan di kondisi nyata adalah dengan cara coba-coba (trial & error). Cara ini memang sangat praktis tetapi membutuhkan waktu yang lama dan terkadang mengalami kegagalan terutama jika proses yang dikontrol memiliki karakteristik yang kurang baik. Cara lainnya yang lebih moderat adalah menggunakan simulasi. Metoda simulasi ini juga masih menggunakan cara coba-coba, akan tetapi tidak langsung ke real plant, melainkan melalui model. Setelah dalam simulasi didapat algoritma dan parameter kontrol yang tepat, baru kemudian diterapkan ke real plant. Di pasaran sudah banyak tersedia software simulasi ini yang memiliki fitur-fitur yang sangat lengkap. Selain menggunakan software simulasi yang ada, sebenarnya kita juga bisa membuat sendiri program simulasi tersebut. Saya sendiri sudah membuatnya, dengan menggunakan microsoft Excel.

Diagram blok sistem simulasi yang saya buat seperti pada gambar berikut:

Blok DCS Foxboro I/A Series berisi algoritma kontrol diatas, sedangkan blok Plant berupa sistem orde satu dengan dead-time, yang dinyatakan dalam bentuk laplace berikut (variable PV dalam gambar ini sama dengan MEAS dalam persamaan diatas):

Penggunaan sistem orde satu dengan dead time sebagai model plant ini karena perhitungannya lebih mudah dan kebanyakan proses memiliki karakteristik seperti ini, kalaupun ada yang berorde lebih dari satu, dia bisa didekati ke orde satu dengan memperbesar deadtime-nya.

Perhitungan yang saya gunakan dalam simulasi ini merupakan kombinasi antara perhitungan diskrit untuk algoritma kontrol dan perhitungan analog untuk plant. Alasannya adalah perhitungan algoritma kontrol yang kompleks di Excel lebih mudah dalam bentuk diskrit ketimbang bentuk analog. Perhitungan untuk plant yang lebih sederhana dilakukan dalam bentuk analog karena hasilnya lebih halus (smooth).

Dalam simulasi ini, untuk blok DCS Foxboro I/A series saya hanya menggunakan 6 algoritma pertama, karena terlalu banyak jika ke-8 algoritma disimulasi secara bersamaan. Diskritisasi terhadap ke-6 algoritma pertama dengan metode backward difference [ s=(1-z-1)/Ts ], diperoleh persamaan dalam bentuk diskrit berikut:

Untuk Plant, inverse laplace transform terhadap persamaan orde satu dengan deadtime diatas dengan OUT berupa signal step akan mendapatkan persamaan untuk waktu kontinyu berikut:

Akhirnya Front-End simulasi yang saya buat terlihat seperti gambar berikut:

Ditulis dalam Instrument & Kontrol | 4 Komentar »

Aplikasi Teori “Pengaturan Optimal Diskrit Penempatan Pole” Pada Sistem Pengaturan Kecepatan Motor Arus Searah

Ditulis oleh asro di/pada 31 Juli 2008

Ini adalah judul Tugas Akhir (TA) saya waktu kuliah dulu. Sesuai judulnya, pada TA tersebut saya mencoba menerapkan teori “Pengaturan Optimal Diskrit Penempatan Pole” untuk mengontrol kecepatan motor arus searah (motor DC). Penekanan saya dalam TA bukan pada pengaturan motornya (ini bidangnya teman-teman Teknik Tenaga Listrik), tetapi lebih pada teori pengaturannya (sesuai sub jurusan yang saya ambil yaitu Teknik Pengaturan).

Apa itu Pengaturan Optimal Diskrit Penempatan Pole? Kata pengaturan sendiri merupakan terjemahan dari kata Bahasa Inggris control, selain pengaturan, ada juga yang menerjemahkannya sebagai kontrol atau kendali, selanjutnya dalam tulisan ini terkadang saya menggunakan kata pengaturan terkadang juga kontrol. Teknik pengaturan (berasal dari control engineering), merupakan salah satu bidang ilmu rekayasa yang meneliti, mengajar dan mengaplikasikan teori/metoda yang berhubungan dengan pengontrolan suatu peralatan atau sistem. Pengaturan optimal merupakan salah satu metoda dalam teknik pengaturan yang mengadopsi teori optimasi untuk digunakan dalam sistem pengaturan.

Dalam perancangan suatu sistem kontrol, kita memerlukan model dari sistem yang akan dikontrol, untuk pengaturan optimal, model tersebut dinyatakan dalam bentuk state space (bukan dalam bentuk laplace transfer function sebagaimana sering digunakan). Persamaan state space tersebut berbentuk:

null

Persamaan ini berbentuk diskrit, artinya semua sinyal/data yang digunakan berbentuk diskrit (disamping berbentuk diskrit, dikenal juga sinyal/data yang berbentuk analog). Persamaan ini juga menggambarkan sistem yang digunakan berbentuk liniear dan time invariant, yang tercermin dari matrix A, B dan C yang bernilai linear dan konstan. Persamaan diatas dapat digambarkan dalam bentuk diagram blok berikut:

Secara umum, tujuan perancangan sistem pengaturan adalah untuk mendapatkan aksi kontrol sedemikian rupa sehingga sistem yang dikontrol menjadi stabil. Khusus untuk pengaturan optimal ada tambahannya yaitu kondisinya juga harus optimal (memenuhi kriteria optimasi), Seperti apa kriteria optimasi itu? Dalam pengaturan optimal, kriteria optimasi dinyatakan dalam bentuk quadratic performance index berikut:

Kondisi optimal diperoleh jika quadratic performance index ini bernilai minimum. Bagaimana menyelesaikan persamaan ini? Ada beberapa cara, salah satunya yang digunakan dalam TA saya adalah metoda minimum discrite Hamilton. Penyelesaian dengan metoda ini akan mendapatkan persamaan pada kondisi optimal berikut:

Persamaan terakhir ini (P=…) disebuat persamaan Riccati, sedangkan F disebut feedback matrix, tujuan kita selanjutnya adalah mendapatkan nilai F ini. Semua varibel yang ada di persamaan ini berbentuk matrix, pangkat T berarti transpose matrix dan pangkat -1 berarti inverse matrix.

Sampai disini salah satu tujuan perancangan sistem pengaturan optimal yaitu kondisi optimal sudah diperoleh. Selanjutnya kita akan mencari solusi untuk memenuhi tujuan perancangan lainnya yaitu kondisi stabil. Pada persamaan diatas, hanya matrix A dan B yang sudah diketahui nilainya, kedua matrix tersebut menggambarkan model dari sistem yang dikontrol, sedangkan matrix P. Q dan R belum diketahui. Jadi tugas kita selanjutnya adalah mencari cara untuk mendapatkan nilai ketiga matrix tersebut sedemikian sehingga sistem hasil rancangan memenuhi kriteria stabil. Untuk membantu tugas tersebut, sudah banyak metoda yang tersedia, salah satunya yang digunakan disini adalah metode penempatan pole (pole placement). Apa itu pole? Bagi orang pengaturan (baca control engineer) kata ini tidak asing. Pole adalah akar persamaan karakteristik (persamaan yang menjadi penyebut dari suatu fungsi transfer). Pole inilah yang menentukan karakteristik suatu sistem, itu sebabnya mengapa persamaan yang dibentuknya disebut persamaan karakteristik. Dalam bidang S (untuk pengaturan kontinyu), letak pole yang berada disebelah kiri sumbu imajiner menunjukan sistemnya stabil, sebaliknya letak disebelah kanan menunjukan sistemnya tidak stabil. Dalam bidang Z (pengaturan diskrit), letak pole dalam lingkaran satuan, menunjukan sistem stabil, sebaliknya letak diluar lingkaran satuan, menunjukan tidak stabil. Karena sistem yang sedang kita tinjau ini berbentuk diskrit, maka yang kita lihat adalah lingkaran satuan, kita akan menempatkan pole-pole sistem pada daerah dalam lingkaran satuan, itulah tujuan dari metoda yang kita gunakan ini.

Sebenarnya, motode pole placement sendiri juga ada banyak, yang saya gunakan dalam TA adalah metoda pole placement yang dikembangkan oleh Fujinaka dan Katayama (Lihat International Journal Control Vol 47, No. 5, 1988, halaman 1307 – 1321). Dalam metoda ini, kita tidak menentukan lokasi pole secara pasti, kita hanya menentukan suatu daerah (dinamakan daerah D) didalam lingkaran satuan, yaitu sebuah lingkaran dengan diameter a (a<1)>

Berikut adalah langkah-langkah yang digunakan dalam proses perancangan dengan metode ini.

Bagaimana mendapatkan model untuk motor DC? Dalam perancangan sistem pengaturan termasuk pengaturan optimal ini, model dari sistem yang akan diatur harus diketahui. Bagaimana mendapatkan model tersebut? Ada dua pendekatan yang umumnya digunakan untuk mendapatkan model, yaitu pendekatan structure dan pendekatan black box. Pada pendekatan structure, model diturunkan dari persamaan yang menggambarkan mekanisme kerja sistem tersebut, kemudian parameter-parameternya diukur secara langsung. Sedangkan pada pendekatan black box, kita tidak perlu mengetahui mekanisme kerja sistem tersebut (dianggap sebagai black box), model diturunkan dengan jalan memberikan sinyal standard sebagai input, kemudian mengamati response-nya. Dengan membandingkan response sistem terhadap sinyal input standard, dapat diturunkan modelnya. Sinyal standard yang biasa digunakan adalah sinyal step, itu sebabnya mengapa cara ini disebut juga dengan step test. Penentuan model motor DC dalam TA menggunakan pendekatan stucture. Motor DC yang digunakan adalah motor DC penguatan bebas dengan jangkar diatur, dengan persamaan kerjanya sbb:

Dengan mengambil u sebagai input control dan w sebagai output, serta Ia dan w sebagai state variable, maka diperoleh persamaan state variabel sebagai berikut.

Nilai semua parameter DC ini diperoleh dengan pengukuran secara langsung. Akhirnya diperoleh matrix model motor DC dalam bentuk diskrit berikut.

Hardware & Software. Konfigurasi hardware dari sistem pengaturan motor DC yang dibuat seperti gambar berikut.

Personal Computer (PC). Algoritma untuk perancangan (dilakukan secara offline untuk mendapatkan feedback matrix F) maupun untuk pengontrolan (online) dijalankan di PC. Algoritma tersebut ditulis dalam bahasa pemrograman Turbo C vers 2. PC yang digunakan adalah PC IBM compatible 10 MHz dengan DOS operating system.

PCL-714 Super Lab, dipasang di slot PC, merupakan module interface antara PC dan peralatan diluarnya, terdiri dari 16 analog input (multiplexer) 0 -5 VDC, 2 analog output 0-5 VDC, status input dan status output. Channel yang digunakan dalam TA adalah 2 channel analog input untuk memasukkan informasi arus jangkar dan putaran serta 1 channel analog output untuk mengeluarkan signal control.

Pembangkit Pulsa, berfungsi untuk menghasilkan pulsa yang digunakan untuk menyalakan/trigger tiristor pada Rangkaian Penyearah. Rangkaian pembangkit pulsa menggunakan IC TCA 780 sebagai komponen utamanya. Sudut phase pulsa yang dihasilkan bergantung pada besarnya signal control yang berasal dari PC (melalui PCL 714).

Penguat Pulsa, untuk menguatkan pulsa yang dihasilkan dari Pembangkit Pulsa ke level yang bisa digunakan untuk menyalakan tiristor. Rangkaian ini juga sekaligus berfungsi sebagai pembagi pulsa ke keempat tiristor.

Penyearah, mengubah tegangan AC menjadi DC yang besarnya berubah-ubah sesuai dengan phase dari pulsa yang men-trigger-nya (sesuai dengan sinyal control yang diberikan PC). Menggunakan Tiristor sebagai penyearahnya.

Deteksi Putaran, mengubah output tachometer (alat ukur putaran motor) menjadi sinyal 0-5 VDC agar bisa dimasukkan ke PC melalui interface.

Deteksi Arus, untuk mengambil informasi mengenai arus jangkar dan mengubahnya menjadi sinyal 0-5 VDC agar bisa dimasukkan ke PC melalui interface.

Motor DC, yang digunakan adalah Siemens ,Type 1GA20812, Model B3, 228 VDC tegangan jangkar nominal, 21.1 A arus jangkar nominal, 4KW daya nominal.

Uji Coba. Uji coba dilakukan dengan membandingkan sistem open loop, feedback biasa dan optimal pada beberapa kondisi beban. Hasil uji coba menunjukan bahwa penggunaan pengaturan optimal menghasilkan waktu transientnya yang lebih cepat dan penggunaan energi listrik yang lebih kecil, jika dibandingkan dengan feedback biasa.

Ditulis dalam Instrument & Kontrol | 2 Komentar »

Operator Training Simulator (OTS)

Ditulis oleh asro di/pada 27 Juni 2008

Operator Training Simulator (OTS) merupakan suatu perangkat aplikasi yang dibuat untuk tujuan pelatihan operator. Dengan OTS seorang peserta pelatihan dapat belajar bagaimana mengoperasikan sebuah unit operasi dalam berbagai kondisi termasuk keadaan emergency, kondisi start-up maupun shutdown atau suatu kondisi operasi yang jarang dijumpainya selama melakukan tugasnya sebagai operator. Unit operasi disini bisa berupa suatu unit process dalam sebuah kilang minyak atau pabrik petro kimia atau bisa juga berupa power plant. Dalam tulisan ini, pengertian unit operasi adalah unit proses di kilang minyak.

Dalam OTS, semua hal yang berhubungan dengan pengoperasian suatu unit proses di dunia nyata (real plant) dimodelkan dalam bentuk perangkat lunak maupun perangkat keras. Untuk lebih memahami cara kerja OTS dan mengetahui komponen-nya, baiklah terlebih dahulu kita melihat secara garis besar bagaimana suatu unit proses beroperasi di dunia nyata. Sebuah unit proses selalu terdiri dari serangkaian peralatan proses seperti pompa, compressor, heat exchanger, furnace, vessel, reactor, piping system, valve, instrumentasi, dsbnya. Pengoperasian suatu unit proses dikontrol oleh peralatan sistem kontrol. Ada berbagai jenis sistem kontrol yang digunakan, mulai dari yang paling kuno yang masih menggunakan sinyal pneumatic sampai yang paling moderen yang berbasis teknologi digital seperti DCS. Sistem kontrol yang digunakan dalam tulisan ini adalah DCS. DCS sendiri terdiri dari Control Station yang menjalankan algoritma control (termasuk data handling lainnya) dan Operator Station yang merupakan panel dimana operator mengoperasikan unit proses. Untuk mengamankan operasi unit proses, suatu unit proses juga dilengkapi dengan peralatan interlock. Pengoperasian unit proses tidak hanya dilakukan dari control panel (Operator Station) di Control room, tetapi juga dilakukan oleh operator lapangan (field operator) seperti menghidupkan pompa atau compressor, mengoperasikan valve, melihat instrument lokal dan sebagainya.

Dalam membangun sebuah OTS, semua komponen real plant yang dijelaskan diatas akan dimodelkan, yang terdiri dari:

  • Process model.
  • Operator station.
  • Control station.
  • Interlock station.
  • Field station.
  • Instruction station.

Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing komponen tersebut:

Process Model : digunakan untuk simulasi operasi suatu unit proses, dengan fitur:

  • Terdiri dari module-module (library) pembentuk unit proses seperti compressor, pompa, heat exchanger, furnace, vessel, reactor, piping system, valve, instrument, dsbnya.
  • Menggunakan rigorous first principle computation.
  • Berdasarkan thermodynamics.

Operator Station: digunakan untuk simulasi operator station DCS. Ada beberapa opsi/pilihan, yaitu:

  • Menggunakan real operator station DCS.
  • Menggunakan translator untuk mensimulasi DCS praphics pada PC (tampilannya mirip grafik DCS yang terpasang di plant).
  • Menggunakan grafik generik yang dijalankan di PC (tampilan tidak mirip grafik DCS yang terpasang di plant).

Control Station: digunakan untuk simulasi control station DCS yang menjalankan algoritma control. Ada beberapa opsi/pilihan:

  • Menggunakan real control station.
  • Menggunakan actual algoritma control yang sama persis dengan DCS tetapi dijalankan di Workstation/PC (virtual stimulation).
  • Menggunakan translator untuk mensimulasi algoritma control pada Workstation/PC (algoritma control sama/mirip dengan DCS).
  • Menggunakan generik algoritma control (emulasi) pada Workstation/PC (algoritma control tidak sama dengan DCS).

Interlock Station: digunakan untuk simulasi interlock system. Ada beberapa opsi/pilihan:

  • Menggunakan aktual algoritma yang sama persis dengan PLC yang terpasang di plant, tetapi dijalankan di Workstation/PC (virtual stimulation).
  • Menggunakan generik algoritma (emulasi) pada Workstation/PC (algoritma tidak sama dengan PLC yang terpasang di plant).

Field Station: digunakan untuk simulasi kegiatan operator lapangan (field operator). Ada produk OTS yang menggunakan grafik sendiri (terpisah dari process model) untuk Field Station. Ada juga produk OTS yang menggunakan grafik yang sama dengan grafik untuk process model.

Instruction Station: digunakan oleh instruktur training untuk mengendalikan jalannya training, seperti membuat skenario, menghentikan simulator, dsbnya. Instruction station tidak terkait dengan pengoperasian unit proses.

Berikut adalah salah satu contoh konfigurasi OTS yang menggunakan DCS Foxboro I/A Series.

null

Beberapa informasi untuk dipertimbangkan dalam pembuatan spesifikasi OTS:

  1. Lisensi software (software license). Jangka waktu lisensi bisa 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun atau permanen (>15 tahun). Jika OTS yang akan dipasang direncanakan akan digunakan lebih dari 15 tahun, lebih baik mengambil lisensi yang permanen, karena jatuhnya lebih murah dibandingkan dengan 5 atu 10 tahun kemudian diperpanjang. Tipe lisensi, bisa per-unit proses atau per-pabrik yang terdiri dari beberapa unit proses (site license) atau untuk digunakan di seluruh pabrik di suatu perusahaan (coorporate license).
  2. Standard atau Custom Model. Terdapat 2 jenis model yang umumnya digunakan yaitu standard model dan custom model. Standard model menggunakan model yang standard manufacture OTS atau bersifat generik. Sedangkan pada custom model, model dibuat dengan menggunakan data-data unit proses yang akan disimulasikan. Untuk standard model, ada 2 tipe software, tipe pertama yaitu standard model yang tidak bisa di-customisasi. Biasanya jenis/lisensi softwarenya berbeda dari software untuk custom model. Ada juga standard model yang bisa di-customisasi, untuk tipe ini, biasanya jenis/lisensi softwarenya sama dengan yang digunakan untuk custom model. Custom model, custom model sendiri rentangnya sangat luas, misalnya dalam pembuatan model untuk furnace, apakah cukup hanya dianggap sebagai sebuah heat exchanger atau sampai ke proses combustion-nya. Atau sebuah compressor misalnya, apakah sampai ke lube oil system atau tidak. Untuk menghindari perbedaan presepsi dalam pelaksanaannya, maka sebaiknya dalam membuat SOW (scope of work), hal ini harus dijelaskan secara rinci. Mengingat proyek OTS dominannya adalah engineering, maka semua hal yang berkaitan dengan penggunaan tenaga engineer akan berdampak langsung ke nilai/harga proyek sehingga perlu dijelaskan pada pembuatan SOW.
  3. Material Balance. Material balance sangat diperlukan dalam pembuatan custom model yaitu untuk verifikasi dan validasi model. Tanpa material balance jangan berharap bisa mendapatkan model yang akurat. Data material balance suatu unit proses bisa diperoleh dari data design unit proses tersebut. Untuk unit proses yang usianya sudah tua, biasanya sudah banyak modifikasi yang dilakukan sehingga material balance-nya sudah tidak sesuai lagi dengan design awal, untuk hal ini, material balance bisa diperoleh dari plant test, akan tetapi umumnya sangat sukit mendapatkan balance dari hasil plant test karena permasalahan akurasi alat ukur/instrument yang ada. Cara lainnya dalam mendapatkan material balance adalah dengan membuat simulasi (static steady state simulation) dengan menggunakan software seperti Pro/II atau Hysis. Jika cara terakhir ini yang digunakan, maka sebaiknya dimasukan sebagai bagian dari lingkup kerja OTS, untuk menghindari terjadinya konflik tanggung jawab antara Pembuat static steady state simulation dan pembuat OTS saat commissioning.
  4. Kriteria penerimaan (acceptance criteria). Kriteria yang akan digunakan pada saat commissioning harus disampaikan dalam SOW. Khusus untuk custom model, ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan, yaitu: akurasi model, model direction dan detail configuration. Akurasi model umumnya <5%.>
  5. System Integration. Dalam membangun sistem OTS, kadang-kadang tidak semua komponen OTS berasal dari vendor yang sama, oleh karena itu interface antara komponen yang berasal dari vendor yang berbeda tersebut perlu mendapat perhatian. Umumnya setiap vendor sudah mengembangkan interface untuk berkomunikasi dengan vendor lain. Akan tetapi interface yang ada tersebut terkadang untuk versi yang lebih lama, sementara saat ini sudah diluncurkan versi yang lebih baru. Untuk itu sebaiknya pada saat evaluasi teknis, perlu diklarifikasi sehingga tidak menjadi masalah pada saat pelaksanaan.
  6. Dukungan licensor. Untuk mendapatkan model yang akurat untuk unit proses yang spesifik, seperti platforming, hydrocracker atau unit proses sejenisnya, diperlukan dukungan dari licensor. Biasanya vendor-vendor OTS sudah melakukan kerja sama dengan proses licensor dalam mendevelop model untuk unit-unit yang spesifik tersebut.
  7. Pemilihan Vendor. Apabila memungkinkan, kontrak pekerjaan OTS dilakukan langsung dengan vendor. Alasannya adalah, karena pekerjaan ini bersifat spesifik, tidak ada kontraktor diluar vendor yang bisa melakukan pekerjaan ini. Kalaupun ada pernyataan dari kontraktor bahwa mereka memilik pengalaman, itu paling-paling hanya sebatas sebagai broker. Dengan melakukan kontrak langsung ke vendor diharapkan harga kontraknya lebih kompetitif, dan yang paling penting adalah tanggung jawab vendor juga lebih terjamin. Pilihlah vendor yang reputasinya baik, sudah pernah bekerkerja sama dengan kita dan memilik kantror cabang atau agen resmi di Indonesia, sehingga mudah dihubungi.

Ditulis dalam Instrument & Kontrol | 11 Komentar »

Algoritma PID pada DCS Honeywell Experion PKS

Ditulis oleh asro di/pada 6 Juni 2008

Proportional + Integral + Differential Control yang lebih dikenal dengan PID merupakan jenis aksi kontrol (control action) yang banyak digunakan dalam process control (pengontrolan unit proses).

Algoritma PID control dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut:

Atau dalam bentuk laplace trasform (Bidang S) berikut:

Algoritma ini disebut ideal PID. Dalam prakteknya terdapat banyak sekali variannya. Salah satu contohnya adalah seperti yang ada di DCS Honeywell Experion PKS. Terdapat 5 jenis/varian PID control yang tersedia di DCS tersebut, yaitu (dalam bentuk laplace):

Diskritisasi (merubah menjadi bentuk diskrit) kelima algoritma diatas dengan metoda backward difference [s = (1 – Z-1)/Ts], diperoleh:

Kelima algoritma diskrit ini lebih gampang dimengerti ketimbang persamaan laplace diatas. Perhitungannya cukup sederhana (hanya menggunakan operator “tambah”, “kurang”, “kali” dan “bagi”), jadi bisa dilakukan dengan menggunakan spreedsheet seperti microsoft excell.

Saya sendiri sudah membuat simulasi untuk ke-5 algoritma control ini dengan menggunakan microsoft excell. Diagram blok sistem simulasi yang saya buat seperti pada gambar berikut:

Blok Experion Control berisi kelima algoritma diatas, sedangkan blok Plant yang digunakan dalam simulasi ini merupakan sistem orde satu dengan dead-time, yang dinyatakan dalam bentuk laplace berikut:

Atau dalam bentuk diskritnya adalah:

Selain dengan menggunakan persamaan diskrit ini, simulasi untuk Plant juga dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan kontinyu. Invers laplace transform terhadap persamaan diatas dengan CV berupa signal step akan mendapatkan persamaan kontinyu sbb:

Dalam simulasi ini, saya menggunakan persamaan terakhir ini karena hasilnya lebih halus (smooth).

Front-End dari simulasi yang saya buat terlihat seperti gambar berikut:

Simulasi seperti ini sangat bermanfaat untuk:

- Mengetahui karakteristik masing-masing algoritma control yang ada.

- Membantu saat melakukan tunning control.

Yang berminat dengan simulasi ini, silakan tinggalkan alamat email di halaman Komentar di Blog ini dan saya akan mengirimkannya lewat email tersebut.

Semoga bermanfaat.

Ditulis dalam Instrument & Kontrol | 38 Komentar »

Sistem Proteksi Petir

Ditulis oleh asro di/pada 28 Mei 2008

Info mengenai Sistem Proteksi Petir dari Materi Kursus yang dilaksanakan oleh PT Zeus Prima Garda. Semoga bermanfaat.

Sistem Proteksi Petir, terdiri dari:

  • Sistem proteksi eksternal, untuk proteksi terhadap sambaran langsung.
  • Sistem proteksi internal, untuk proteksi terhadap sambaran tidak langsung.

Sistem proteksi eksternal:

Metoda:

  • Kerucut/Franklin road.
  • Sangkar Faraday.
  • Rolling Sphere/Bola gelinding
  • Collection Volume.

Komponen:

  • Air terminal/finial : untuk menangkap sambaran petir (sambaran langsung). Komponen Air terminal menurut IEC 61024-1 : Rods, Strech wires dan Meshed conductor. Dimensi Air terminal : 35 mm2 untuk Cu, 50 mm2 untuk Fe dan 70 mm2 untuk Al.
  • Downconductor : untuk mengalirkan arus petir dari Air terminal ke tanah/grounding. Dimensi Down conductor menurut IEC 61024-1 : 16 mm2 untuk Cu, 50 mm2 untuk Fe dan 25 mm2 untuk Al.
  • Grounding : untuk menyebarkan arus petir ke dalam tanah sehingga tidak membahayakan. Idealnya tahanan tanah 0 ohm, akan tetapi ini tidak mungkin tercapai. Untuk parteknya tahanan tanah dimabil <25>

Sistem proteksi internal:

Metoda:

  • Arrester: mengalirkan arus lebih (arus petir) ke tanah atau memblok energi petir, atau memotong tegangan lebih (tegangan petir) atau menyaring/filter frekwensi tertentu.
  • Shielding: melindungi ruangan/area (dimana terdapat peralatan electronic/listrik) dari induksi electromagnetic yang disebabkan oleh arus petir yang mengalir melalui konduktor (kabel, struktur dsbnya).
  • Bonding: menyamakan tegangan listrik pada setiap konduktor (kabel, struktur, dsbnya)

Ditulis dalam Instrument & Kontrol | Tidak ada komentar »

TI di Industri Proses

Ditulis oleh asro di/pada 21 Mei 2008

Penggunaan teknologi informasi (TI) di Industri khususnya industri proses (process industry) saat ini sudah mencakup semua aspek, baik untuk kebutuhan operasi unit proses, kebutuhan kantor hingga pada kebutuhan pengambil keputusan (level management).

Khusus untuk operasi unit proses, penggunaannya dimulai tahun 1960-an, yaitu saat dipergunakannya komputer untuk mengontrol operasi unit proses melalui konfigurasi DDC (Direct Digital Control), disusul DCS (Distributed Control System) ditahun 1970-an hingga saat ini. Saat ini penggunaan TI pada level operasi unit proses tidak hanya terbatas pada pengontrolan (process control) tetapi juga mencakup berbagai keperluan yang tidak terkait langsung dengan operasi unit proses, seperti untuk aplikasi safety, fire & gas, realiabilitas (condition monitoring), untuk inventory, dsbnya.

Gambar berikut merupakan salah satu contoh konfigurasi TI disalah satu industri proses.

Dalam pandangan control & instrument engineer, jaringan komputer (TI) dalam industri proses dibagi menjadi 3 level.

Level pertama (tingkat paling bawah) disebut Control system merupakan tingkat dimana semua aplikasi yang berhubungan langsung dengan operasi unit proses dijalankan. Pada tingkat ini, terdapat beberapa aplikasi/system seperti:

  • Distributed Control System (DCS) yang digunakan untuk mengontrol dan memonitor operasi unit proses.
  • Programmable Logic Control (PLC), digunakan untuk menjalankan aplikasi logic baik untuk safety instrumentation system maupun untuk aplikasi logic lainnya.
  • Autotamic Tank Gauging (ATG) untuk memonitor kondisi operasi tanki (inventory system).
  • Fire & Gas System (F&G), untuk memonitor kebocoran gas dan adanya api/kebakaran.
  • Condition Monitoring System (CMS), untuk memonitor kondisi (vibrasi, temperature) rotating equipment.
  • SCADA untuk power system.

Jaringan pada level ini dibagi menjadi 2, yaitu Control Network dan Fieldbus. Control network digunakan untuk komunikasi antara Controller/Control Unit/RTU dengan Server/MMI (Man Machine Interface), sedangkan Fieldbus digunakan untuk komunikasi antara Controller/Control Unit/RTU dengan sensor/transmitter/valve/actuator yang ada di field. Terdapat berbagai jenis control network yang digunakan, mulai dari yang sifatnya proprietary sampai dengan yang bersifat open (Ethernet, TCP/IP). Begitu juga dengan fieldbus ada yang proprietary, ada juga yang open system seperti foundation fieldbus, profibus, Modbus, dsbnya.

Level kedua disebut Control Insformation System (CIS), pada level ini beberapa aplikasi dijalankan. Level ini juga merupakan perantara antara aplikasi control system dan palikasi pada level MIS. Beberapa aplikasi yang dijalankan di level ini adalah

  • Plant Information Management System (PIMS) merupakan aplikasi plant database yang mengumpulkan semua data yang diperoleh dari setiap aplikasi untuk digunakan oleh aplikasi lainnya.
  • Advanced Process Control (APC) merupakan aplikasi untuk mengontrol operasi unit process. Aplikasi ini berada diatas DCS, dimana output dari aplikasi ini akan digunakan sebagai setpoint untuk basic process control yang dijalankan di DCS.
  • Laboratorium Information Management System (LIMS), merupakan aplikasi untuk otomatisasi laboratorium.

Level ketiga disebut Management Information System (MIS), pada level ini semua aplikasi pada level enterprise dijalankan. Aplikasi-aplikasi tersebut terdiri dari:

  • Aplikasi finansial/accounting.
  • Aplikasi SDM.
  • Aplikasi Kelogistikan.
  • Aplikasi Pemeliharaan.
  • Aplikasi Web.

Pada level ini juga semua PC untuk keperluan kantor dan PC client dijalankan. Level ini berada pada jaringan LAN/Intranet perusahaan.

Keamanan dan Kehandalan.

Mengingat sistem jaringan (IT) ini digunakan untuk layanan suatu industri, maka keamanan dan kehandalan sistem IT tersebut harus mendapat prioritas. Semakin kebawah level jaringannya semakin tinggi tingkat keamanan dan kehandalan yang diperlukan karena semakin dekat dengan operasi unit proses yang tidak boleh berhenti beroperasi. Jaringan masing-masing level secara fisik berbeda. Jembatan antara ketiga level jaringan (Control, CIS dan MIS) adalah PIMS. PIMS mengoleksi data-data yang berasal dari aplikasi/sistem pada ketiga level, mengolahnya dan memberikan data tersebut ke setiap aplikasi pada ketiga level jaringan yang memerlukannya. Masing-masing level jaringan dilengkapi dengan firewall dan antivirus. Untuk menigkatkan kehandalannya, jaringan pada level CIS dan Control System dibuat dual redundant, bahkan pada aplikasi tertentu di level Control System dibuat triple redundant.

0 komentar:


Free Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Bridal Dresses. Powered by Blogger